Terjebak Dalam Standardisasi Medsos

Berita Utama

Kadang ada beberapa dari kita hidupnya itu seperti katalog semuanya harus estetik dan ada kecenderungan harus memenuhi standar media sosial, tapi di dunia nyata hanya Jadi pemeran figuran dalam hidup sendiri. ini yang namanya penyakit sosial yang lebih ganas dari wabah.

Obsesi terhadap caption dan standarisasi media sosial di mana kita tidak lagi hidup sebagai manusia tapi sebagai etalase berjalan yang semuanya harus estetik semua harus instagramable semua harus terlihat gols, tapi realitanya hidup kita lebih kosong dari filter yang kadang sering kita gunakan sendiri di media sosial. Mengapa terjadi hal demikian karena manusia selalu membandingkan diri dengan orang lain, tapi sekarang ini yang dibandingkan itu bukan manusia melainkan ilusi digital yang telah dipoles dengan ribuan filter dan rekayasa pencitraan.

Coba kita bandingkan dengan orang zaman dulu yang ingin sukses tapi sekarang mereka hanya ingin terlihat sukses orang zaman dulu mencari kebahagiaan tapi sekarang mereka hanya ingin terlihat bahagia orang zaman dulu mencari pasangan tapi sekarang mereka mencari tiket masuk ke Feed aestetic ini yang dinamakan imposter syndrom sosial, gimana Ketika seseorang terus merasa tidak cukup karena membandingkan dirinya dengan standar ilusi yang diciptakan media sosial.

Hal seperti ini bukan mengejar kebahagiaan Tapi demi validasi atau ingin Pengakuan dari orang lain. Dan yang dibangun bukan kehidupan tapi Panggung Sandiwara di mana kehidupan nyata dianggap membosankan karena tidak ada filter tidak ada backsound dramatis dan tidak ada sinematic slow motion.

Tinggalkan Balasan